GEJOLAK.COM – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) M. Nurdin menyampaikan laporan Baleg dalam rangka pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU), dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.
Dalam laporannya, Nurdin merinci beberapa perubahan terkait sektor-sektor dalam UU yang telah dibahas sejak April 2020 tersebut. Meski, secara umum, Nurdin mengatakan isi muatan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut sama dengan isi UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Adapun beberapa perubahannya di antaranya adalah dari sektor ketenagakerjaan pada pasal 64 tentang Alih Daya/Outsourcing. Yaitu, mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (alih daya/outsourcing) untuk jenis pekerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kemudian, pada pasal 67 terdapat perubahan frasa ‘cacat’ menjadi ‘disabilitas. “Di mana pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat disabilitas. Ketiga, upah minimum diatur dalam pasal 88C, pasal 88D, pasal 88F, dan pasal 92,” papar Nurdin di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Sementara itu, terhadap jaminan produk halal, terkait sertifikasi halal yaitu pada pasal 1 angka 10 ketentuan umum, perluasan pemberi fatwa halal yaitu MUI, MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal dan penyesuaiannya dalam norma, serta pasal 4A, pasal 5, pasal 7, pasal 10, pasal 10A, pasal 32, pasal 33, pasal 33A, pasal 33B, pasal 42, pasal 44, pasal 50, pasal 52A, pasal 52B, pasal 63A dan pasal 63C.
Sedangkan, dalam pasal 40A tentang pengelolaan sumber daya air, pelaksanaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasarkan persetujuan oleh pemerintah. “Mendukung penyelesaian PSN untuk bendungan, waduk, dam, embung, dan lain-lain dan pengenaan sanksi administratif dan pidana di pasal 70, pasal 73 dan pasal 75A,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Selanjutnya terdapat harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Terakhir, adanya perbaikan teknis penulisan antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat atau butir yang tidak sesuai yang bersifat tidak substansi. (bia/rdn)