Opini
14/Feb/2025
Gejolak.com– Dalam dunia pertambangan, pemahaman terhadap regulasi hukum yang mengatur kewajiban perusahaan dalam memberikan kompensasi kepada masyarakat sangat penting.
Regulasi di Indonesia tidak secara eksplisit mewajibkan perusahaan tambang untuk memberikan kompensasi dalam bentuk uang kepada masyarakat secara langsung.
Namun, terdapat berbagai ketentuan yang mengatur tanggung jawab sosial dan lingkungan yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang.
Dasar Hukum Kewajiban Sosial Perusahaan Tambang
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
– Pasal 145 menyatakan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM).
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
– Mengatur kewajiban perusahaan tambang dalam melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
– Mengharuskan perusahaan tambang untuk menyusun rencana kerja dan anggaran biaya untuk pengembangan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
- Peraturan Daerah dan Perjanjian Khusus
– Dalam beberapa kasus, pemerintah daerah dapat mengatur kebijakan lokal yang mewajibkan perusahaan tambang memberikan kompensasi dalam bentuk tertentu, misalnya dana pembangunan, bantuan langsung, atau proyek infrastruktur bagi masyarakat terdampak.
Bentuk Kompensasi dan Tanggung Jawab Sosial
Walaupun tidak diwajibkan memberikan kompensasi dalam bentuk uang, perusahaan tambang memiliki tanggung jawab sosial yang harus direalisasikan melalui berbagai bentuk, seperti:
– Pembangunan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, sanitasi, listrik).
– Peningkatan fasilitas kesehatan (klinik, rumah sakit, penyediaan obat-obatan).
– Dukungan terhadap pendidikan (beasiswa, pembangunan sekolah, pelatihan keterampilan).
– Program pemberdayaan ekonomi masyarakat (pelatihan wirausaha, bantuan modal usaha, lapangan kerja).
Disebaliknya, Penyaluran kompensasi tambang kepada masyarakat bisa menjadi indikasi pungutan liar (pungli) jika tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tanpa mekanisme yang transparan. Berikut beberapa kondisi yang dapat mengindikasikan adanya pungli dalam proses penyaluran kompensasi tambang:
1. Tidak Ada Dasar Hukum yang Jelas
– Jika kompensasi diberikan secara tidak resmi tanpa dasar hukum yang jelas (misalnya tidak tercantum dalam peraturan pemerintah, peraturan daerah, atau perjanjian yang sah), maka hal ini bisa menjadi indikasi pungli.
– Misalnya, adanya permintaan uang dari oknum tertentu kepada perusahaan tambang dengan alasan kompensasi, tetapi tidak ada mekanisme resmi yang mengatur hal tersebut.
2. Tidak Melalui Mekanisme yang Transparan
– Jika kompensasi diberikan dalam bentuk uang tunai kepada individu atau kelompok tertentu tanpa adanya transparansi dalam proses pencairan dan distribusinya, maka hal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
– Seharusnya, kompensasi yang diberikan perusahaan harus dicatat dalam laporan yang dapat diaudit dan dipantau oleh instansi terkait.
3. Adanya Pemotongan Dana atau Permintaan Imbalan
– Jika masyarakat atau kelompok penerima harus membayar sejumlah uang agar bisa menerima kompensasi, maka ini bisa dikategorikan sebagai pungli.
– Dalam beberapa kasus, oknum pemerintah daerah, LSM, atau tokoh masyarakat bisa saja meminta potongan dari dana kompensasi sebelum diteruskan ke masyarakat.
4. Kompensasi Tidak Sampai ke Masyarakat yang Berhak
– Jika kompensasi yang seharusnya diberikan untuk kepentingan masyarakat justru dialihkan ke pihak lain yang tidak berhak, maka ini bisa menjadi indikasi penyalahgunaan dan pungli.
– Contohnya, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan atau pendidikan malah disalurkan kepada individu tertentu untuk kepentingan pribadi.
5. Adanya Intervensi Oknum yang Tidak Berwenang
– Jika ada pihak di luar instansi resmi atau pihak berwenang yang mengatur atau memungut dana kompensasi tanpa izin yang sah, maka hal ini berpotensi sebagai praktik pungli.
– Misalnya, organisasi masyarakat atau kelompok tertentu yang meminta uang dari perusahaan dengan alasan kompensasi bagi masyarakat, tetapi dana tersebut tidak disalurkan dengan baik.
Bagaimana Menghindari Pungli dalam Penyaluran Kompensasi?
– Menggunakan mekanisme resmi seperti program CSR yang diawasi oleh pemerintah dan masyarakat.
– Melakukan pencatatan dan pelaporan secara transparan terhadap dana kompensasi yang diberikan.
– Masyarakat dapat melaporkan indikasi pungli ke instansi terkait seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau Ombudsman.
– Perusahaan tambang wajib berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan mengikuti peraturan perundang-undangan terkait tanggung jawab sosial.
Kesimpulan
Kegiatan tambang di Indonesia harus dijalankan dengan memperhatikan aspek legal dan sosial. Walaupun tidak ada kewajiban hukum yang secara eksplisit mengatur pemberian kompensasi dalam bentuk uang kepada masyarakat, perusahaan tetap diwajibkan untuk melaksanakan program tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Bentuk kompensasi yang diberikan harus bermanfaat secara jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Dengan implementasi hukum yang baik, perusahaan tambang dapat beroperasi secara berkelanjutan dan menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat serta lingkungan sekitar.
Kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku tidak hanya mencerminkan tanggung jawab perusahaan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan daerah dan kesejahteraan sosial.
Jika kompensasi diberikan sesuai dengan aturan dan diawasi dengan ketat, maka potensi pungli dapat diminimalkan dan manfaat dari pertambangan bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat. (HK-78)